MASA
KHALIFAH KHULAFAUR RASYIDIN
OLEH
: MARFUAH
A. PENDAHULUAN
Meninggalnya
nabi Muhammad SAW, menimbulkan kevakuman pemimpin yang hampir tidak mungkin
digantikan oleh orang lain. Meninggalnya Nabi menimbulkan pukulan batin bagi
para sahabatnya, meskipun nabi sendiri
tidak mengajarkan bahwa beliau tidak bisa meninggal. Setelah nabi wafat masalah
yang dihadapi umat adalah menemukan pengganti beliau, yang pantas sebagai
pemimpin negara yang telah di bangun. Problema yang ada adalah siapa yang akan menggantikan
nabi dan bagaimana prosedurnya.
Model
suksesi yang demikian itu bukan hanya karena nabi tidak mempunyai putra, tetapi
juga karena secara historis semenanjung Arabia belum sampai pada tahapan
membangun kekuasaan dinasti yang mempunyai struktur sosial. Sebelum nabi
dimakamkan, beberapa orang mempunyai ambisi untuk menggantikan Muhammad sebagai
pemimpin umat Islam dan negara. Dalam hal ini terlihat jelas adanya perebutan
kekuasaan , berbagai kelompok bersaing untuk meraih kekuasaan politik dalam negara
yang baru berdiri dan mereka tidak mengharapkan pernyataan tegas dari Muhammad
karena hal itu akan melenyapkan kesempatan seseorang untuk meraih kekuasaan
tersebut. Masalah suksesi inilah yang memecah kaum muslimin.
Sejarawan
terkemuka Syihristani berkata bahwa,” Tidak ada masalah yang lebih banyak menimbulkan
pertumpahan darah dalam Islam selain masalah kekhalifahan.”[1] Dalam
hal ini kepentingan suku juga ikut mengedepankan, Bani Hasyim mencalonkan Ali,
Muhajirin Quraisy berada di belakang Abu Bakar dan kaum Anshar mendukung Sa’ad
bin ‘Abada yang menjadi pemimpin mereka. Umar sebagai sahabat yang sangat
cerdik setelah memahami situasi perdebatan tersebut, segera meraih tangan Abu
Bakar dan menyatakan dukungannya untuk menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah.
Beberapa pemimpin Quraisy terkemuka mengikutinya,dengan demikian dukungan
terhadap Abu Bakar semakin kuat.[2]
Dengan
demikian, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah yang pertama negara Islam atas
dasar riwayat yang di anggap berasal dari Muhammad bahwa seorang khalifah
haruslah dari suku Quraisy. Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah negara islam
ini bersifat demokratis. Dalam pemilihan ini lebih sejalan dengan tradisi arab
pada masa itu. Dalam hal ini tidak ada istilah “ satu orang satu suara” dalam
pemilihan. Hanya para pemimpin dan orang-orang penting saja yang bisa ikut
serta dalam pemilihan. Para wanita tidak mempunyai peran dalam pemilihan,
demikian juga kaum awam. Dalam hal ini dapat dikatakan perpecahan umat Islam
sudah terjadi sejak nabi Muhammad belum di makamkan, lebih tepatnya pada
peristiwa yang terjadi di Saqifah Bani Sa’idah Islam sudah terbagi dua kelompok
, yaitu Muhajirin dan Anshar.
B. KHALIFAH ABU BAKAR (632 – 634 M)
Abu
Bakar di lahirkan di mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun Gajah. Abu
Bakar terkenal sebagai seorang yang berperilaku terpuji dan seorang yang pandai
menjaga kehormatan diri. Abu Bakar merupakan orang yang terpandang dikalangan
penduduk Mekkah pada zaman jahiliyah, ia juga seorang ahli silsilah dan sejarah
bangsa Arab. Saat masih muda, ia merupakan seorang saudagar kaya, ia juga orang
yang pertama masuk Islam di kalangan kaum laki-laki. Setelah menjadi seorang
mukmin ia meninggalkan dunia dagang dan
memusatkan diri dalam kegiatan dakwah bersama rasulullah.[3]
Kepemimpinan
Abu Bakar dimulai setelah dilakukan dua Bai’at ( sumpah setia). Bai’at
pertama dilakukan oleh kalangan terkemuka yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar
yang dilakukan di Saqifah Bani Sa’idah, yang kedua merupakan Bai’at umum
dilakukan oleh umat Islam yang hadir di masjid.
Awal
kepemimpinan Abu Bakar dihadapkan pada masalah warisan rasulullah SAW, dalam
masalah ini putri rasulullah yaitu Fatimah tidak dapat memperoleh harta peninggalan
rasulullah, dan Ali ibn Abi Thalib tidak membaiat Abu Bakar kecuali setelah
istrinya, Fatimah meninggal dunia. Selama memimpin umat islam , Abu Bakar
dihadapkan pada beberapa persoalan keagamaan dan kenegaraan. Diantaranya yaitu:
1. Penolakan
Zakat( mani’al-zakat)
Suku atau Kabilah yang menolak
zakat adalah Abs dan Zubyan. Menurut M. Husein Haikal kemungkinan penolakan
mereka didasarkan pada dua alasan yaitu: kikir atau karena mereka menganggap
bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika nabi wafat. Selain
itu , mereka juga menunjukkan sifat pembangkangan terhadap politik, yaitu
dengan menyatakan tidak tunduk lagi pada Abu Bakar. Setelah Abu Bakar
dihadapkan situasi yang sulit ini, akhirnya diadakan musyawarah yang dihadiri
oleh para sahabat yang membahas masalah pembangkang. Dalam musyawarah ini
timbul dua pendapat, yaitu pendapat yang pertama , membiarkan mereka yang
berarti mentolerir pembangkangan tersebut, sedangkan pendapat yang kedua ,
memerangi mereka yang berarti tidak mentolerir pembangkangan dan menambah musuh
umat Islam. Dalam hal ini Umar lebih mendukung pendapat yang pertama ,
sedangkan Abu Bakar mendung pendapat yang kedua.
2. Nabi
Palsu
Masa kepemimpinan Abu Bakar
terdapat sejumlah umat Islam yang melakukan pelanggaran agama dengan mengaku
sebagai nabi dan banyak umat Islam yang murtad. Sejumlah negeri yang
penduduknya murtad di jadikan sasaran dalam rangka mengembalikan mereka ke
dalam ajaran yang di ridhai Allah yaitu
agama Islam. Disamping itu Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah dengan
menaklukkan Irak dan Syam, bahkan sudah memasuki wilayah Byzantium ( Romawi).
Pada khalifah Abu Bakar, ia telah
membuat peraturan peperangan yang di jadikan pegangan para perwira militer dan
pejabat lainnya. Diantaranya yaitu:
a. Orang
tua , wanita dan anak-anak tidak boleh di bunuh
b. Biarawan
tidak boleh dianiya dan tempat ibadah mereka tidak boleh di rusak
c. Mayat
yang gugur tidak boleh di rusak
d. Pohon-pohon
tidak boleh di tebang, hasil panen tidak boleh dibakar,dan tempat tinggal tidak
boleh di rusak
e. Perjanjian-
perjanjian dengan agama lain harus di hormati
f. Orang-orang
yang menyerah harus di beri hak yang sama dengan hak-hak penduduk Islam
3. Pembagian
Wilayah
Abu Bakar telah
melakukan perluasan wilayah dan dan di setiap wilayah di bentuk Amir yaitu semacam
gubernur ( penguasa daerah) yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai
dengan pasukan perang. Abu Bakar tidak mengangkat perdana mentri dan sekretaris,
tetapi ia membentuk Balai Harta Karun ( Bayt al- mal) untuk kepentingan
umat islam.
4. Pengumpulan
Mushaf Alquran
Perang Yamamah merupakan
perang dalam mengatasi orang-orang murtad yang menghawatirkan Umar, ia khawatir
tentara islam yang gugur dalam peperangan tersebut adalah sahabat yang hafal
Alquran. Kekhawatiran Usman mendorong untuk memberi usulan kepada Abu Bakar
agar mengumpulkan Alquran dengan alasan bahwa jika para sahabat yang menghafal
gugur dalam peperangan tersebut , berarti pelestarian Alquran telah rusak maka
dilakukan penyelamatan dengan cara di tulis dan di kumpulkan.
Perdebatan
terjadi antara Umar dan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumentasinya,
sedangkan Abu Bakar menolak, dengan alasan pengumpulan Alquran tidak dilakukan
nabi Muhammad Saw. Perdebatan tersebut diatasi oleh Zaid Ibn Tsabit dan
menyetujui gagasan Umar, yakni
mengumpulkan Alquran.
Menurut Abu Abdullah
Al-janjani, pengumpulan Alquran pada Zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang di tulis ditulang, pelepah ( kulit) kayu ,
dan batu yang kemudian di salin oleh Zaid ibn Tsabit di atas kulit hewan yang
telah disamak.[4]
Abu bakar meninggal pada usia 63 tahun, masa kepemimpinannya berlangsung
singkat, hanya 2 tahun tiga bulan lebih beberapa hari.
C. KHALIFAH UMAR (634 – 644 M)
Umar bin Khattab adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam. Umar
bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari
Rasulullah, ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Abd Uzza bin Riah bin
Abdullah bin Qurth bin Rizal bin Abd bin Kaab bin Luayyah. Sedangkan ibunya
bernama Khattamah binti Hisyam bin Mughiroh Al Makhzumi. Umar juga termasuk
kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang
dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Quraisy sebelum Islam. Umar
memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak
mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya
akan bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu
memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur
bahasanya halus dan bicaranya fasih.Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati
dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Quraisy memberi gelar ”Singa Padang
Pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu
Faiz”.
1. Pengangkatan Khalifah dengan Penunjukkan
Abu
Bakar diangkat menjadi khalifah oleh kaum Muhajirin dan Anshar melalui
musyawarah. Akan tetapi Umar menjadi khalifah dilakukan melalui
penunjukkan ( tidak melalui musyawarah
). Pada saat Abu Bakar sakit , para sahabat berkumpul dan abu bakar bertanya,
jika Abu Bakar meninggal apakah para sahabat menerima orang yang di calonkan
sebagai pengganti Abu Bakar. Para sahabat menyetujuinya. Abu Bakar menunjuk Umar
sebagai pengganti sebelum ia wafat , supaya kepemimpinan umat Islam tidak kosong
dan supaya tidak terjadi perdebatan seperti yang terjadi di Saqifah Bani
Saidah. Dengan kata lain , Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya dalam
memimpin umat Islam agar umat Islam terhindar dari perpecahan.
2. Kepemimpinan dan Tindakan
a. Perluasan Wilayah
Pada
zaman Umar, ekspansi dilakukan secara bertahap. Damaskus jatuh dan di kuasai
umat Islam (635M). Setahun kemudian , Bizantium di kalahkan oleh tentara Islam
dalam pertempuran di Yarmuk yang mengakibatkan seluruh wilayah Syiria di kuasai
oleh tentara Islam. Dari Syiria ekspansi
dilanjutkan ke Mesir, dan berhasil di taklukkan pada tahun 641 M. Pada
zaman pemerintahan Umar , kekuasaan wilayah Islam telah meliputi jazirah Arab,
Palestina, Syiria, sebagian wilayah Persia dan Mesir.
b. Kepemimpinan Umar
Imam
Al-Asykari mengatakan bahwa , Umar adalah orang pertama yang bergelar Amir Al-
Mu’minin. Menentukan tanggal bagi umat islam dengan hijrah nabi ke Madinah sebagai ugeran ( tahun
hijrah), membuat lembaga perbendaharaan negara, menganjurkan solat berjamaah di
bulan ramadhan, menghukum orang yang meminum minuman keras ( khamr)
dengan 80 kali dera, mengharamkan nikah mut’at (nikah yang
dilakukan dengan durasi waktu tertentu), melarang penjualan hamba umm
al-walad, mengumpulkan umat Islam untuk salat jenazah dengan empat kali
takbir.[5]
Disamping
itu, Umar mulai mengatur dan menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak
tanah. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban , ia membentuk jawatan kepolisian,
ia juga membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bayt al-mal ,dan
menciptakan mata uang sendiri.
3. Meletakkan Prinsip Keadilan
Umar
mengirim surat kepada Abu Musa Al- Asy’ari ( hakim kufah) yang isinya
mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip perkara persidangan dalam lingkup
peradilan. Isi surat tersebut adalah :
a. Memutuskan
perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunnah yang
harus di ikuti
b. Sebelum
sebuah perkara di putuskan , ia harus dipahami terlebih dahulu agar hakim dapat
bertindak adil
c. Pihak
–pihak yang berpekara harus di sama
d. Alat
bukti (al- bayyinat) di bebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah (al-yamin)
di bebankan kepada pihak tergugat
e. Damai
sebagai jalan keluar dari persengketaan
f. Memberi
waktu untuk mengumpulkan alat bukti,persengketaan di putuskan berdasarkan
bukti-bukti
Surat Umar yang berisi prinsip-prinsip peradilan
merupakan kebudayaan tinggi (peradaban), salah satu alasannya karena prinsip
itu masih di gunakan hingga sekarang ,
meskipun telah dilakukan beberapa perubahan atau modifikasi.
Di antara perkembangan yang ada
pada masa Khalifah Umar adalah :
• Pemberlakuan Ijtihad
• Menghapuskan zakat bagi para muallaf
• Menghapuskan hukum mut’ah
• Lahirnya ilmu Qira’at
• Penyebaran Ilmu Hadits
• Menempa mata uang dan
• menciptakan tahun Hijriah
Umar
meninggal setelah ditikam oleh Peros ( Abu Lu’lu’ah), seorang majusi dari
persia. Umar mampu bertahan sekitar tiga
hari setelah peristiwa penikaman
tersebut. Pada tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H/3 November 644 M dalam usia 63
tahun. Beliau memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan (13-23
H=634-644M). Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau
dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar.
D. KHALIFAH UTSMAN (644- 656M)
Utsman bin Affan dilahirkan di kota Taif pada tahun 573 M
pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu
dengan nasab Nabi Muhammad saw. pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia
dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua
putri Nabi saw.
1.Pengangkatan Khalifah
dengan Sistem Formatur
Dari
tempat tidur dan berbaring karena luka yang di sebabkan oleh tikaman Peros (
Abu lu’lu’ah),Umar membentuk team yang terdiri atas enam orang sahabat
terkemuka untuk menentukan penggantinya sebagai khalifah diantara anggota team.
Enam sahabat yang menjadi formatur adalah : Ustman ibn Affan, Ali ibn Abi
Thalib, Talhah, Zuber, Abd Al- Rahman ibn Auf, dan Sa’ad ibn Abi Waqash. Dewan
musyawarah akhirnya berhasil mengangkat Utsman ibn Affan sebagai khalifah
ketiga pengganti Umar setelah beliau wafat.
2. Kepemimpinan dan Tindakan Utsman ibn Affan
a. Perluasan Wilayah dan Kondifikasi Alquran
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia,
Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan
berhasil direbut. Utsman ibn Affan adalah khalifah pertama yang memperluas masjid
nabi di Madinah dan masjid Al-Haram di Mekkah. Utsman juga khalifah pertama
yang menentukan adzan awal menjelang salat jumat.
Pekerjaan berat yang dilakukan oleh Utsman adalah
kondifikasi Alquran , lanjutan kerja yang telah diawali oleh Abu Bakar atas
inisiatif Umar. Pengumpulan Alquran yang dilakukan pada zaman Abu Bakar di
latar belakangi oleh peristiwa meninggalnya 70 sahabat yang hafal Alquran dalam
perang Yamamah. Sedangkan latarbelakang pembukuan Alquran pada zaman Utsman
adalah perbedaan qira’at ( bacaan) Alquran yang menibulkan percekcokan
antara murid dan gurunya.
Pada saat penyalinan Alquran yang kedua kalinya ,
panitia ( lajnah ) penyusunan Mushaf yang di bentuk oleh Utsman
melakukan pengecekan ulang dengan meneliti kembali mushaf yang sudah di simpan
di rumah Hafsash , dengan membandingkan dengan mushaf-mushaf yang lain.
2.Otonomi Daerah
Pada zaman khalifah Abu
Bakar dan Umar, wilayah dibagi menjadi dua. Wilayah yang pemimpinnya memiliki
kekuasaan penuh , pemimpinnya disebut Amir, wilayah yang tidak memiliki otonomi
penuh pemimpinnya disebut Wali. Pada zaman Utsman di lakukan perubahan status
wilayah sehingga semua wilayah memiliki otonomi penuh, sehingga seluruh
pemimpin wilayah bergelar Amir.
Pemerintahan Usman
berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul
perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan
Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan
hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang
berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu
tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang
baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh
kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh
Abdullah bin Saba’.
Salah satu faktor yang
menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah
kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn
Hakam rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang
tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar
khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas
terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah
yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur
pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Di antara perkembangan yang ada
pada masa Khalifah Ustman adalah :
• Penaskahan Al-Qur’an
• Perluasan Masjid Nabawi dan
Masjidil Haram
• Didirikannya masjid Al-Atiq di
utara benteng babylon
• Membangun Pengadilan
• Membentuk Angkatan Laut
• Membentuk Departemen
E. KHALIFAH ALI IBN ABI THALIB ( 656- 661 M)
Ali bin Abi thalib lahir pada tahun
603 M disamping Ka’bah kota Mekkah, lebih muda 32 tahun dari Nabi Muhammad SAW.
Ali termasuk keturunan Bani Hasyim. Abu Thalib memberi nama Ali dengan
Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan Asad dalam Bahasa
Arab artinya singa. Sedangkan Nabi Muhammad memberi nama “Ali” yang menakutkan
musuh-musuhnya. Pada usia 6 tahun, Ali bin Abi Thalib diasuh oleh Nabi Muhammad
sebagaimana Nabi diasuh oleh ayahnya, Abu Thalib. Karena mendapat didikan dan
asuhan langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang
berbudi luhur, cerdik, pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan
luas.
1. Pengangkatan sebagai khalifah
Setelah Utsman wafat, selama
beberapa hari , tidak ada khalifah yang
dilantik. Madinah , ibu kota kekhalifahan Islam , berada dibawah kontrol
pemberontak setelah pembunuhan Utsman , dan mereka memaksa Ali menjadi khalifa
masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali
memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi
berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang
dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan
para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak
tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
2.
Konflik Internal
a. Perang
jamal
Ali ibn Abi Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman
yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau
berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut
ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal
dengan nama Perang Jamal ( Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah
terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah
menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan
nama Perang Shiffin. Perang
ini diakhiri dengan tahkim ( arbitrase ), tapi tahkim ternyata tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij,
orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu
Mu'awiyah, Syi'ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali
sebagai Khalifah) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan
al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin
lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H
(660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin
Muljam.[6]
Pembalasan kematian Utsman menjadi alasan, meskipun
Muawiyah tahu persis bahwa Ali tidak bersalah dan tidaklah mudah untuk mencari
para pelakunya dan menghukum mereka. Muawiyah juga tahu betul bahwa Ali adalah
pribadi yang mempunyai integritas tinggi dan bahkan jika di beri kesempatan ia
bisa menyeret para pelaku pembunuhan itu. Tetapi Muawiyah , tidak begitu
berminat menuntut balas kematian Utsman kecuali menjadikannya sebagai isu
politik untuk memijokkan Ali.[7]
Beberapa
sahabat Nabi seperti Talhah, Zubair dan yang lain,yang telah banyak
mengumpulkan banyak kekayaan baik berupa
harta bergerak maupun tidak, mempunyai ambisi tersendiri dan mereka ingin
mengontrol kebijakan negara dengan tujuan melindungi kepentingan pribadi
mereka. Motif mereka adalah untuk merongrong kekuasaan Ali. Bahkan Zubair
sendiri berhasrat menjadi khalifah dengan dukungan Aisyah, istri Nabi.
2. Peristiwa Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali,
maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golonga yang
semula pengikut Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas,
dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang
sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul
Jandal. Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal
tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukumselain
bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam.
Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah
maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah ( golongan yang tetap setia
mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup
kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa,
selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak
menjadi Khalifah.
Di antara perkembangan yang ada
pada masa Khalifah Ali adalah :
• Terciptanya ilmu bahasa / nahwu
( Aqidah nahwiyah)
• Berkembangnya ilmu Khatt
al-Qur’an
• Berkembangnya Sastra
F. KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan mengenai
pertumbuhan dan Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin diatas maka
dapat diambil beberapa kesimpulan yang diantaranya :
1. Pada
Masa pemerintahan Abu Bakar Islam berkembang dengan melalui penyebaran langsung
ketempat dimana belum ada penduduk yang beragama Islam. Pada masa ini pula
Al-quran dikumpulkan dan ini pula merupakan jasa pemerintahan pada zaman
beliau.
2. Pada
Masa Umar (Masa Penguatan Pondasi Islam), Utsman ( Masa Pembukuan Al-quran) dan
Ali, Islam sudah sangat tersebar luas diwilayah wilayah selain diwilayah
jazirah Arab itu sendiri. Dimana pada masa beliau adalah merupakan tindak
lanjut dari proses penyebaran Islam sebelumnya.
3. Adapun
kronologis khulafaurrasyidin adalah sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai
dengan masa khalifah Ali bin Abi Thalib dengan berbagai macam rentetan
peristiwa yang terjadi pada setiap masanya.
4. Bisa
dikatakan bahwa Islam berkembang pada masa Khulafaur Rasyidin adalah melalui
beberapa aspek pendekatan yang diantaranya adalah pendekatan da’wah yang
meliputi da’wah dengan lisan (diplomasi) dan juga perbuatan
(pertempuran).
DAFTAR PUSTAKA
Engineer
,A. Ali . 1999. Asal usul dan perkembangan islam. Yogyakarta :
Pustaka pelajar
Hasa
ibrahim hasan. 2001. Sejarah dan kebudayaan islam 1. Jakarta: kalam
mulia
Jaih mubarok. 2008.
Sejarah peradaban islam. Bandung: pustaka islamika
[1]
Di kutip oleh Asghar Ali Engineer dalam Syihristani, hlm. 12.
[2]
A. Ali Engineer, Asal-usul dan perkembangan Islam (1999,hal. 218)
[3]
Hasan ibrahim hasan, sejarah & kebudayaan islam 1 ( 2001, hal. 114)
[4].
Jaih Mubarok, sejarah peradaban islam (2008, hal.97)
[5].
Jaih Mubarok, sejarah peradaban islam (2008, hal.100)
[7]
A.Ali Engineer. Asal usul dan
perkembangan islam.(1999,hlm.260)a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar